Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh. Alhamdulillahirabbil
alamin Puji syukur kepada tuhan kita Allah SWT yang Maha Esa dengan segala
keagungannya yang memberikan kita rahmat sehinggga pada kerempatan ini saya
akan membahas tentang Ibadah mahdhah
Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah ghoiru mahdoh : adalah seluruh
perilaku seorang hamba yang diorientasikan untuk meraih ridha Allah (ibadah).
Dalam hal ini tidak ada aturan baku dari Rasulullah. Atau dengan kata lain
definisi dari Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang
diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialahsedekah,
belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya.
Hakikat ibadah ialah ketundukan jiwa
yang timbul karena perasaan cinta akan Tuhan yang ma’bud dan merasakan
kebesaran-Nya, lantaran beritikad bahwa alam ini ada kekuasaan, yang akal tak
dapat mengetahui hakikatnya.
Apabila makna ibadah yang diberikan oleh
masing-masing ilmu diperhatkan baik-baik, nyatalah bahwa takrif yang diberikan
oleh suatu golongan berpaut untuk menyempurnakannya dengan takrif yang
diberikan oleh golongan yang lain.
Hakikat ibadah menurut Imam Ibnu
Taimiyah adalah sebuah terminologi integral yang mencakup segala sesuatu yang
dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan yang tampak
maupun yang tersembunyi.
Dari definisi tersebut kita memahami
bahwa cakupan ibadah sangat luas. Ibadah mencakup semua sektor kehidupan
manusia, karena kita semua adalah makhluk yang akan kembali padanya. Dari sini
kita harus memahami bahwa setiap aktivitas kita di dunia ini tidak boleh
terlepas dari pemahaman kita akan balasan Allah kelak. Sebab sekecil apapun
aktivitas itu akan berimplikasi terhadap kehidupan akhirat.
Ibadah mahdhah sering kita jumpai atau di
kenal dengan ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetpkan
Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang
termasuk mahdhah[2], adalah :
a) Wudhu,
b) Tayammum
c) Mandi hadats
d) Shalat
e) Shiyam ( Puasa )
f) Haji
g) Umrah
Ada menambah atau memperbaharui ibadah
semacam itu, yaitu Muawiyah. Dalam Sunah Rasulullah ibadah jum’at didahului
dengan 2 khotbah, sedangkan sholat 2 Id didahului sholat baru kemudian khutbah.
Ibadah cara ini kemudian oleh Muawiyah diubah yaitu tatakala sholat Id, dia
melangkah ke mimbar dan memberi khotbah baru kemudian sholat. Oleh para ulama’
pada masa itu telah diingatkan,
“Hai Muawiyah, sungguh engkau melakukan
sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah” Kemudian Muawiyah
menjawab,
“Kalau aku khutbah setelah usai sholat
maka tidak ada manusia yang akan mendengarkan khutbahku” sambil berlalu menuju
ke mimbar dan ia sungguh telah berkotbah sebelum sholat Id didirikan. Inilah
bid’ah yang sesat itu.
Sholat dengan bahasa
Indonesia, itu sering terjadi pada oran-orang kurang paham akan ilmu agama
dengan baik hal seperti dianggap sebagai bid’ah dholalah (sesat) karena sholat
masuk ke dalam ranah ibadah mahdoh sehingga mengubah dan menambahi aturan di
dalamnya termasuk kategori sesat. Bukankah Rasulullah sudah menggariskan
“Sholluu kamaa roaitumuuni usholli –sholatlah kalian sebagaimana kalian lihat
aku sholat”.
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip,
yaitu:
a, Keberadaannya harus berdasarkan
adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan
otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.
b. Tatacaranya harus berpola kepada
contoh Rasul saw
c. Bersifat suprarasional (di atas
jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan
wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di
baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan
ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau
tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau
tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari
hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib
meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama
diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak
adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka
ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan.Selama tidak diharamkan oleh Allah,
maka boleh melakukan ibadah ini.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola
kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah
“bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan
rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah
disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini
baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan
oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan,
dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu
bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Maka segala bentuk kegiatan baik yang
ditujukan untuk meraih ridho Allah masuk ke dalam ranah ibadah ghairu mahdah.
Syarat syarat tersebut adalah :
a. Amalan yang dikerjakan itu hendaklah
diakui Islam, sesuai dengan hukum hukum syara' dan tidak bertentangan dengan
hukum hukum tersebut. Adapun amalan - amalan yang diingkari oleh Islam dan ada
hubungan dengan yang haram dan maksiyat, maka tidaklah bisa dijadikan amalan
ibadah.
b. Amalan tersebut dilakukan dengan niat
yang baik dengan tujuan untuk memelihara kehormatan diri, menyenangkan keluarga
nya, memberi manfaat kepada seluruh umat dan untuk kemakmuran bumi seperti yang
telah diperintahkan oleh Allah.
c. Amalan tersebut haruslah
dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
d. Ketika membuat amalan tersebut
hendaklah sentiasa menurut hukum - hukum syara' dan ketentuan batasnya, tidak
menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak menipu dan tidak menindas atau
merampas hak orang.
e. Tidak melalaikan ibadah - ibadah
khusus seperti salat, zakat dan sebagainya dalammelaksanakan ibadah - ibadah
umum.
Ruang lingkup ibadah secara umum adalah:
a) Thaharah,
b) Shalat, termasuk doa, dzikir dan
tilawah al-Quran
c) Puasa, termasuk ‘ibadah badaniyyah
atau ibadah dzatiyyah
d) Zakat, termasuk ‘ibadah maliyyah
e) Haji, termasuk ibadah ijtima’iyyah
f) Pengurusan jenazah termasuk ‘ibadah
badaniyyah
g) Penyembelihan hewan
h) Sumpah dan nazar
i) Makanan dan minuman ibadah
badaniyyah
j) Jihad, ibadah badaniyyah dan
maliyyah
C. Hakikat dan Hikmah Ibadah
Semoga Artikel ini
membantu saya dan yang membaca mendapatkan apa yang kita inginkan dengan ridho'
Allah swt. Dan jika ada kesalahan dalam penulisan atau yang belum jelas
silahkan beri komen pada artikel ini. Akhir kata Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
Artikel ini dikutip
dari sumber dibawah ini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar